BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendekatan adalah seperangkat asumsi
berkenaan
dengan hakikat dan belajar mengajar (Abdul Majid, 2008:132). Pendekatan pembelajaran adalah seperangkat asumsi yang
saling berkaitan, berhubungan dengan sifat bahasa dan pembelajaran bahasa. Dengan kata lain, pendekatan
pengajaran bahasa bersifat aksiomatis tentang bahasa yaang digunakan sebagai landasan berpikir dalam
menentukan metode, teknik, atau prosedur mengajarkan bahasa sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Metode adalah rencana menyeluruh tentang
penyajian materi ajar secara sistematis dan berdasarkan pendekatan yang
ditentukan ( Abdul Majid, 2008:132). Metode pembelajaran bahasa adalah rencana pembelajaran
bahasa, yang mencakup pemilihan, penentuan, dan
penyusunan, bahan ajar secara sistematis,dimaksudkan agar bahan ajar tersebut
mudah diserap dan dikuasai oleh siswa. Teknik adalah kegiatan spesifik yang
diimplementasikan dalam kelas dengan metode dan pendekatan yang dipilih (Abdul
Majid, 2008: 132 – 133). Sedangkan teknik pembelajaran bahasa
adalah cara atau siasat guru
dalam menyampaikan bahan ajar didepan kelas. Fungsi pendekatan bagi suatu pengajaran ialah sebagai
pedoman umum untuk langkah-langkah metode dan teknik pengajaran yang akan digunakan. Bahkan tidak
jarang nama metode dan teknik yang
digunakan diambil dari nama pendekatannya. Bila prinsip pendekatan lahir
dari teori-teori bidang-bidang yang relevan, maka pendekatan lahir dari asumsi terhadap bidang-bidang yang
relevan. Asumsi yang berbeda akan menimbulkan
pendekatan yang berbeda.
Pendekatan whole language (diambil
dari Suratinah; 2003:2.1) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran bahasa
yang mulai diperkenalkan di Indonesia. Keampuhan pendekatan ini telah banyak dibuktikan oleh
beberapa negara yang menggunakannya. Kita perlu memahami
pendekatan ini dengan baik agar dapat menerapkannya di kelas. Untuk itu dalam makalah ini akan diuraikan tentang pendekatan
whole language sehingga pada akhir makalah ini kita akan dapat menjelaskan konsep
pendekatan whole language dan kemudian menerapkan pendekatan tersebut
dalam pembelajaran bahasa.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian dari whole language?
2. Apakah tujuan
penggunaan whole language?
3. Bagaimanakah cara penilaian
guru dalam kelas dengan menggunakan whole language?
C. TUJUAN
1.
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk
mengetahui pengertian dari pendekatan Whole Languange.
2.
Mengetahui tujuan penggunaan whole
language dalam kelas.
3.
Mengetahui cara penilaian guru dalam
kelas dengan menggunakan Whole language.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Whole Language Approach
Whole
language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang
menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah. (Edelsky,
1991; Froese, 1990; Goodman, 1986; Weafer, 1992, dalam Santosa, 2004). Para ahli whole
language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang
tidak dapat dipisah-pisah (Rigg, 1991) dan "Jika
bahasa tidak disimpan utuh, bukan bahasa lagi (Rigg, 1991). Oleh karena itu, pengajaran
keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata
disajikan secara utuh,
bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik. Pengajaran tentang penggunaan tanda
baca, umpamanya, diajarkan sehubungan dengan pembelajaran keterampilan menulis. Demikian juga pembelajaran membaca dapat diajarkan bersamaan dengan pembelajaran
berbicara, Pembelajaran sastra dapat disajikan bersamaan dengan pembelajaran membaca dan menulis ataupun berbicara. Selain
itu, dalam pendekatan whole language ,
pembelajaran bahasa dapat juga disajikan sekaligus dengan materi pelajaran lain, umpamanya
bahasa-matematika, bahasa-IPS, bahasa-sains, bahasa-agama. Pendekatan
whole language didasari oleh paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa anak
membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran aktifnya dalam belajar secara utuh
(whole ) dan terpadu (integrated ) dan dapat memilih sendiri "
Penghargaan ini penting dalam seluruh kelas bahasa , karena tanpa kemampuan
untuk memilih kegiatan ,dan bahan ajar , maka siswa tidak dapat menggunakan bahasa untuk tujuan mereka sendiri " ( Rigg 1991
) .
Anak termotivasi untuk belajar jika mereka
melihat bahwa yang dipelajarinya memang bermakna bagi mereka. Orang dewasa,
dalam hal ini guru, berkewajiban untuk menyediakan lingkungan yang Metodologi Pembelajaran
menunjang untuk siswa agar mereka dapat belajar dengan baik. Fungsi guru
dalam kelas whole language berubah dari fungsi desiminator informasi menjadi
fasilitator (Lamme & Hysmith, 1993).
Pendekatan (whole language) Istilah ini diciptakan sekelompok
pendidik AS
Untuk memperbaiki pengajaran bahasa, di beberapa negara
seperti Inggris, Australia, New Zealand, Kanada, dan Amerika Serikat dan mulai
menerapkan pendekatan Whole Language pada
sekitar tahun delapan puluhan (Routman, 1991).
Pendekatan whole language (diambil
dari Suratinah; 2003:2.1) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran bahasa
yang mulai diperkenalkan di Indonesia. Keampuhan pendekatan ini telah banyak dibuktikan oleh
beberapa negara yang menggunakannya. Kita perlu memahami
pendekatan ini dengan baik agar dapat menerapkannya di kelas.
Menurut Brenner (1990) berpendapat bahwa Whole Language adalah cara mengajarkan prapembaca, membaca dan
keterampilan bahasa lainnya melalui keseluruhan proses yang
melibatkan bahasa, menulis, berbicara, mendengarkan cerita, mengarang cerita
karya seni, bermain drama, maupun melalui cara-cara yang lebih tradisional.
Berdasarkan
pendapat tokoh di atas, maka pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan bahasa
menyeluruh mempunyai ciri-ciri: menyeluruh (Whole/Cooperative
Eksperances), bermakna (Meaningfull),
berfungsi (Function), alamiah (Natural / Authentic). Selain itu Whole Language adalah cara untuk menyatukan
pandangan tentang bahasa, tentang pembelajaran dan tentang orang-orang yang
dimaksud adalah siswa yang terlibat dalam pembelajaran. Dalam hal ini
orang-orang yang dimaksud adalah siswa dan guru. Whole Language dimulai dengan menumbuhkan lingkungan dimana bahasa
diajarkan secara utuh dan keterampilan bahasa (menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis) diajarkan secara terpadu. Menerapkan Whole Language memang agak sulit karena tidak ada acuan yang benar-benar
mengaturnya.
B.
Ciri-ciri Whole Language Approach
Ada tujuh
ciri yang menandakan kelas Whole Language.
1. Kelas yang menerapkan
Whole Language penuh dengan barang cetakan. Barang-barang tersebut tergantung
di dinding, pintu, dan furniture. Label yang dibuat siswa ditempel pada meja,
kabinet, dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa menghiasi dinding dan
bulletin board. Karya tulis siswa dan chart yang dibuat siswa menggantikan
bulletin board yang dibuat guru. Salah satu sudut kelas diubah menjadi
perpustakaan yang dilengkapi berbagai jenis buku.
2. Di kelas Whole
Language siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan siswa bersama-sama
melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan
berbicara. Over Head Projector (OHP) dan transparansi digunakan untuk
memperagakan proses menulis. Siswa mendengarkan cerita melalui tape recorder
untuk mendapatkan contoh membaca yang benar.
3. Di kelas Whole
Language siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. Agar
siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya maka di kelas
tersedia buku dan materi yang menunjang.
4. Di kelas Whole
Language siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas
Whole Language lebih sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa
tanggung jawab yang biasanya dilakukan guru. Siswa membuat kumpulan kata (words
banks), melakukan brainstorming dan mengumpulkan fakta. Pekerjaan siswa ditulis
pada chart dan terpampang di seluruh ruangan. Siswa menjaga kebersihan dan
kerapian kelas.
5. Di kelas Whole
Language siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Siswa secara
aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang membantu mengembangkan rasa
tanggung jawab dan tidak tergantung. Siswa terlibat dalam kegiatan kelompok
kecil atau keinginan individual.
6. Di kelas Whole
Language siswa berani mengambil resiko dan bebas bereksperimen. Guru di kelas
Whole Language menyediakan kegiatan belajar dalam berbagai tingkat kemampuan
sehingga semua siswa dapat berhasil. Hasil tulisan siswa dipajang tanpa ada
tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap siswa terpampang di seputar ruang
kelas.
7. Di kelas Whole
Language siswa mendapat balikan (feedback) positif baik dari guru maupun
temannya. Ciri kelas Whole Language, bahwa pemberian feedback dilakukan dengan
segera. Meja ditata berkelompok agar memungkinkan siswa berdiskusi,
berkolaborasi, dan melakukan konferensi. Konferensi antara guru dan siswa
memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat
perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapatkan
respons positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.
C.
Tujuan Whole Language Approach dalam proses pembelajaran
Penerapan pendekatan Whole Language
membantu siswa untuk terlibat dalam interaksi secara aktif selama proses
pembelajaran, senang mencoba, dan praktik berbahasa tanpa takut kritikan serta
mengembangkan keterampilan berbahasa secara menyeluruh. Guru menyiapkan materi, metode, teknik,
sarana dalam pembelajaran bahasa yang komprehensif sehingga pendekatan Whole
Language yang diterapkan dapat membantu siswa mencapai hasil belajar secara
optimal dan memiliki tanggapan yang positif terhadap pelajaran bahasa.
D.
Langkah-Langkah Persiapan kelas dengan Whole Language Approach
1. Persiapan media dan lokasi mengajar,
guru dibantu siswa menyiapkan lokasi belajar,
2. Teknik bercerita, guru menyampaikan
materi kepada siswa dengan cara bercerita,
3. Anak diberikan kebebasan melakukan
aktivitas, guru memberi
kebebasan kepada siswa untuk beraktivitas dengan arahan yang tepat,
4. Menggunakan multimedia, guru
menggunakan multimedia sebagai alat bantu mengajar,
5. Melibatkan berbagai indera, guru
mengkondisikan siswa untuk melibatkan berbagai indera dalam pembelajaran,
6.
Multi fungsi, selama menyampaikan
materi guru juga mengevaluasi kemampuan berbahasa siswa,
8. Dikaitkan dengan pengalaman/
lingkungan,
9. Evaluasi menyeluruh (mendengarkan/
menyimak, berbicara, membaca, menulis),
10. Penutup, guru mengakhiri pembelajaran disertai dengan
pemberian tugas yang berhubungan dengan komponen whole language
E. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam kelas
1. Reading Aloud (membaca bersuara)
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh
guru untuk siswanya. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku
teks atau buku cerita. Guru membacakan cerita dengan suara nyaring dan intonasi
yang baik sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya.
Kegiatan ini akan sangat bermakna terutama jika diterapkan dikelas rendah. Di
sisi lain, dengan pembelajaran reading aloud, guru dapat memberikan contoh
membaca yang baik pada siswanya. Pada kelas yang pembelajarannya
menerapkan whole language, reading aloud dapat dilakukan setiap hari saat
memulai pembelajaran. Guru hanya menggunakan beberapa menit saja (10 menit)
untuk membacakan cerita. Kegiatan ini juga dapat membantu guru untuk memotivasi
siswa memasuki suasana belajar.
2. Jurnal Writing
Journal writing atau menulis jurnal merupakan sarana yang
aman bagi siswa untuk mengungkapkan perasaannya, menceritakan kejadian di sekitanya, mengutarakan hasil
belajarnya, dan menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya
anak-anak dari berbagai macam latar belakang memiliki banyak
cerita. Namun, umumnya mereka tidak sadar bahwa mereka mempunyai cerita yang
menarik untuk diungkapkan. Tugas guru adalah mendorong
siswa agar mau mengungkapkan cerita yang dimilikinya. Menulis jurnal bukanlah
tugas yang harus dinilai, tetapi guru berkewajiban untuk membaca jurnal yang ditulis anak dan memberikan
komentar atau respon terhadap cerita tersebut sehingga ada dialog antara guru
dan siswa.
3. SSR (Sustained Silent Reading)
Sustained Silent Reading (SSR). SSR adalah kegiatan membaca
dalam hati yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan ini siswa diberi
kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Biarkan
siswa memilih bacaan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga mereka dapat menyelesaikan
membaca bacaan tersebut. Oleh karena itu, guru
sedapat mungkin menyediakan bahan bacaan yang menarik dari berbagai buku atau
sumber sehingga memungkinkan siswa memilih materi bacaan. Guru dapat memberikan
contoh sikap membaca dalam hati yang baik sehingga mereka dapat meningkatkan
kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama.
4. Shared Reading
Shared reading ini adalah kegiatan membaca bersama
antara guru dan siswa, di mana setiap orang mempunyai buku yang
sedang dibacanya. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di kelas rendah maupun di
kelas tinggi.
5. Guided Reading
Guided reading tidak seperti pada shared reading,
guru lebih berperan sebagai model dalam membaca. Dalam guided reading atau
disebut juga membaca terbimbing guru menjadi pengamat dan fasilitator. Dalam
membaca terbimbing penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri, melainkan
lebih pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa membaca dan
mendiskusikan buku yang sama. Guru
melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan sekadar pertanyaan pemahaman. Kegiatan
ini merupakan kegiatan membaca yang penting dilakukan dikelas.
6. Guided
Writing
Guided writing atau menulis terbimbing. Seperti dalam
membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing peran guru adalah sebagai fasilitator, yaitu membantu siswa
menemukan hal yang ingin ditulisnya dengan jelas, sistematis, dan menarik. Guru bertindak sebagai pendorong
bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Dalam kegiatan
ini proses writing dalam memilih topik, membuat draf, memperbaiki, dan mengedit
dilakukan sendiri oleh siswa.
7. Independent Reading
Independent reading atau membaca bebas adalah kegiatan
membaca yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan
sendiri materi yang ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian integral
dari whole language. Dalam independent reading siswa bertanggung jawab terhadap
bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang
pengamat, fasilitator, dan pemberi respon.
8. Independent writing
Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam menulis. Dalam menulis bebas siswa
mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada interfensi dari guru. Siswa
bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Jenis menulis yang termasuk
dalam independent writing antara lain menulis jurnal, dan menulis respon. Jika akan menerapkan pendekatan ini, seharusnya dimulai perlahan-lahan. Jangan mencoba
menerapkan semua komponen sekaligus karena akan membingungkan siswa. Cobalah
dengan satu komponen dulu dan perhatikan hasilnya. Jika siswa telah terbiasa
menggunakan komponen tersebut, baru kemudian dicoba diterapkan komponen yang
lain.
F. Penilaian dalam Kelas Whole
Language
Dalam kelas
whole language guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh
siswa. Secara informal selama pembelajaran berlangsung guru memperhatikan siswa
menulis, mendengarkan dan berdiskusi
baik dalam kelompok maupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan
temannya atau dengan guru, penilaian juga dilakukan. Bahkan, guru juga
memberikan penilaian saat siswa bermain selama waktu istirahat.
Kemudian, penilaian juga berlangsung ketika siswa dan guru
mengadakan konferensi. Walaupun guru tidak terlihat
membawa-bawa buku, guru menggunakan alat penilaian seperti lembar observasi dan
catatan. Dengan kata lain, dalam kelas whole language
guru memberikan penilaian pada siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Selain penilaian informal, penilaian juga dilakukan dengan menggunakan
portofolio. Portofolio adalah kumpulan hasil kerja selama kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan informasi bagi
suatu penilaian (Abdu Majid, 2008 : 201). Dengan portofolio hasil perkembangan siswa dapat terlihat secara
otentik/nyata. Hasil belajar merupakan suatu
prestasi yang dicapai seseorang dalam mengikuti proses pembelajaran,
dengan kata lain hasil belajar
merupakan perubahan yang terjadi dalam diri individu yang belajar. Perubahan
yang diperoleh dari hasil belajar adalah perubahan secara menyeluruh terhadap
tingkah laku yang ada pada diri individu. Hasil belajar itu mencakup ranah
kognitif, afektif dan psikomotor.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Whole langugae bukanlah metode
mengajar tetapi pendekatan pembelajaran yang melihat bahasa sebagai entitas
keseluruhan . Setiap guru bahasa bebas untuk menerapkan pendekatan sesuai
dengan kebutuhan kelas tertentu. Keuntungan dari Whole language
adalah bahwa itu berfokus pada pengalaman dan kegiatan yang relevan dengan
kehidupan dan kebutuhan peserta didik yang menggunakan bahan otentik/ nyata dan bahwa
hal itu dapat digunakan untuk memfasilitasi pengembangan dalam aspek
bahasa seperti membaca dan menulis.
Penerapan pendekatan whole language
dapat meningkatkan kualitas proses Pembelajaran antara lain dengan
meningkatnya Jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran dan keterampilan guru dalam mengelola
kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, (2008), Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan
Standar Kompetensi Guru, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Berbagikaryarahmat.blogspot.co.id/2015/04/makalah.belgan&pembelajaran
whole.
Ricards,J.C.1998.Teachers’maxims In J.C.Ricahards,Beyoned
Training.New York:Cambridge University Press 45-62.