Kamis, 19 Mei 2016

WHOLE LANGUAGE APPROACH

BAB 1
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pendekatan adalah seperangkat asumsi berkenaan dengan hakikat dan belajar mengajar (Abdul Majid, 2008:132). Pendekatan pembelajaran adalah seperangkat asumsi yang saling berkaitan, berhubungan dengan sifat bahasa dan pembelajaran bahasa. Dengan kata lain, pendekatan pengajaran bahasa bersifat aksiomatis tentang bahasa yaang digunakan sebagai landasan berpikir dalam menentukan metode, teknik, atau prosedur mengajarkan bahasa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Metode adalah rencana menyeluruh tentang penyajian materi ajar secara sistematis dan berdasarkan pendekatan yang ditentukan ( Abdul Majid, 2008:132). Metode pembelajaran bahasa adalah rencana pembelajaran bahasa, yang mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan, bahan ajar secara sistematis,dimaksudkan agar bahan ajar tersebut mudah diserap dan dikuasai oleh siswa. Teknik adalah kegiatan spesifik yang diimplementasikan dalam kelas dengan metode dan pendekatan yang dipilih (Abdul Majid, 2008: 132 – 133).  Sedangkan teknik pembelajaran bahasa adalah cara atau siasat guru dalam menyampaikan bahan ajar didepan kelas. Fungsi pendekatan bagi suatu pengajaran ialah sebagai pedoman umum untuk langkah-langkah metode dan teknik pengajaran yang akan digunakan. Bahkan tidak jarang nama metode dan teknik yang digunakan diambil dari nama pendekatannya. Bila prinsip pendekatan lahir dari teori-teori bidang-bidang yang relevan, maka pendekatan lahir dari asumsi terhadap bidang-bidang yang relevan. Asumsi yang berbeda akan menimbulkan pendekatan yang berbeda.
Pendekatan whole language (diambil dari Suratinah; 2003:2.1) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran bahasa yang mulai diperkenalkan di Indonesia. Keampuhan pendekatan ini telah banyak dibuktikan oleh beberapa negara yang menggunakannya. Kita  perlu memahami pendekatan ini dengan baik agar dapat menerapkannya di kelas. Untuk itu dalam makalah ini akan diuraikan tentang pendekatan whole language sehingga pada akhir makalah ini kita akan dapat menjelaskan konsep pendekatan whole language dan kemudian menerapkan pendekatan tersebut dalam pembelajaran bahasa.

B.   Rumusan Masalah
1.     Apakah pengertian dari whole language?
2.     Apakah tujuan penggunaan whole language? 
3.      Bagaimanakah cara penilaian guru dalam kelas dengan menggunakan whole language?

C. TUJUAN

1.      Tujuan dibuatnya makalah ini untuk mengetahui pengertian dari pendekatan Whole Languange.
2.      Mengetahui tujuan penggunaan whole language dalam kelas.

3.      Mengetahui cara penilaian guru dalam kelas dengan menggunakan Whole language.
BAB 2
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Whole Language Approach
Whole language  adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa  yang menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah. (Edelsky, 1991; Froese, 1990; Goodman, 1986; Weafer, 1992, dalam Santosa, 2004). Para ahli  whole language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg, 1991) dan "Jika bahasa tidak disimpan utuh, bukan bahasa lagi (Rigg, 1991). Oleh karena itu, pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh, bermakna dan dalam  situasi  nyata atau otentik. Pengajaran tentang penggunaan tanda baca, umpamanya, diajarkan sehubungan dengan pembelajaran  keterampilan menulis. Demikian juga pembelajaran  membaca dapat diajarkan bersamaan dengan pembelajaran berbicara, Pembelajaran sastra dapat disajikan bersamaan dengan pembelajaran  membaca dan menulis ataupun berbicara. Selain itu, dalam  pendekatan whole language ,  pembelajaran bahasa dapat juga disajikan sekaligus dengan  materi pelajaran lain, umpamanya bahasa-matematika, bahasa-IPS, bahasa-sains, bahasa-agama. Pendekatan whole language didasari oleh paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa anak membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran  aktifnya dalam belajar secara utuh (whole ) dan terpadu (integrated ) dan dapat memilih sendiri " Penghargaan ini penting dalam seluruh kelas bahasa , karena tanpa kemampuan untuk memilih kegiatan ,dan bahan ajar , maka siswa tidak dapat menggunakan bahasa untuk tujuan mereka sendiri " ( Rigg 1991 ) .
 Anak termotivasi untuk belajar jika mereka melihat bahwa yang dipelajarinya memang bermakna bagi mereka. Orang dewasa, dalam  hal ini guru, berkewajiban untuk menyediakan  lingkungan yang Metodologi Pembelajaran  menunjang untuk siswa agar mereka dapat belajar dengan baik. Fungsi guru dalam kelas whole language berubah dari fungsi desiminator informasi menjadi fasilitator (Lamme & Hysmith, 1993).
Pendekatan (whole language) Istilah ini diciptakan sekelompok pendidik AS  Untuk memperbaiki pengajaran bahasa, di beberapa negara seperti Inggris, Australia, New Zealand, Kanada, dan Amerika Serikat dan mulai menerapkan pendekatan Whole Language pada sekitar tahun  delapan puluhan (Routman, 1991).
Pendekatan whole language (diambil dari Suratinah; 2003:2.1) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran bahasa yang mulai diperkenalkan di Indonesia.  Keampuhan pendekatan ini telah banyak dibuktikan oleh beberapa negara yang menggunakannya. Kita  perlu memahami pendekatan ini dengan baik agar dapat menerapkannya di kelas.
Menurut Brenner (1990) berpendapat bahwa Whole Language adalah cara mengajarkan prapembaca, membaca dan keterampilan bahasa lainnya melalui keseluruhan  proses yang melibatkan bahasa, menulis, berbicara, mendengarkan cerita, mengarang cerita karya seni, bermain drama, maupun melalui cara-cara yang lebih tradisional.
Berdasarkan pendapat tokoh di atas, maka pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan bahasa menyeluruh mempunyai ciri-ciri: menyeluruh (Whole/Cooperative Eksperances), bermakna (Meaningfull), berfungsi (Function), alamiah (Natural / Authentic). Selain itu  Whole Language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, tentang pembelajaran dan tentang orang-orang yang dimaksud adalah siswa yang terlibat dalam pembelajaran. Dalam hal ini orang-orang yang dimaksud adalah siswa dan guru. Whole Language dimulai dengan menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan keterampilan  bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) diajarkan secara terpadu. Menerapkan Whole Language  memang agak sulit karena tidak ada acuan yang benar-benar mengaturnya.

B.   Ciri-ciri Whole Language Approach
Ada tujuh ciri yang menandakan kelas Whole Language.
1.      Kelas yang menerapkan Whole Language penuh dengan barang cetakan. Barang-barang tersebut tergantung di dinding, pintu, dan furniture. Label yang dibuat siswa ditempel pada meja, kabinet, dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa menghiasi dinding dan bulletin board. Karya tulis siswa dan chart yang dibuat siswa menggantikan bulletin board yang dibuat guru. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakaan yang dilengkapi berbagai jenis buku.
2.      Di kelas Whole Language siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan siswa bersama-sama melakukan kegiatan  membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Over Head Projector (OHP) dan transparansi digunakan untuk memperagakan proses menulis. Siswa mendengarkan cerita melalui tape recorder untuk mendapatkan contoh membaca yang benar.
3.      Di kelas Whole Language siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. Agar siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya maka di kelas tersedia buku dan materi yang menunjang.
4.      Di kelas Whole Language siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas Whole Language lebih sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa tanggung jawab  yang biasanya dilakukan guru. Siswa membuat kumpulan kata (words banks), melakukan brainstorming dan mengumpulkan fakta. Pekerjaan siswa ditulis pada chart dan terpampang di seluruh ruangan. Siswa menjaga kebersihan dan kerapian kelas.
5.      Di kelas Whole Language siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang membantu mengembangkan rasa tanggung jawab dan tidak tergantung. Siswa terlibat dalam kegiatan kelompok kecil atau keinginan individual.
6.      Di kelas Whole Language siswa berani mengambil resiko dan bebas bereksperimen. Guru di kelas Whole Language menyediakan kegiatan belajar dalam berbagai tingkat kemampuan sehingga semua siswa dapat berhasil. Hasil tulisan siswa dipajang tanpa ada tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap siswa terpampang di seputar ruang kelas.
7.      Di kelas Whole Language siswa mendapat balikan (feedback) positif baik dari guru maupun temannya. Ciri kelas Whole Language, bahwa pemberian feedback dilakukan dengan segera. Meja ditata berkelompok agar memungkinkan siswa berdiskusi, berkolaborasi, dan melakukan konferensi. Konferensi antara guru dan siswa memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapatkan respons positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.

C.   Tujuan Whole Language Approach dalam proses pembelajaran
Penerapan pendekatan Whole Language membantu siswa untuk terlibat dalam interaksi secara aktif selama proses pembelajaran, senang mencoba, dan praktik berbahasa tanpa takut kritikan serta mengembangkan keterampilan berbahasa secara menyeluruh. Guru menyiapkan materi, metode, teknik, sarana dalam pembelajaran bahasa yang komprehensif sehingga pendekatan Whole Language yang diterapkan dapat membantu siswa mencapai hasil belajar secara optimal dan memiliki tanggapan yang positif terhadap pelajaran bahasa.

D.   Langkah-Langkah  Persiapan kelas dengan Whole Language Approach
1.       Persiapan media dan lokasi mengajar, guru dibantu siswa menyiapkan lokasi belajar,
2.       Teknik bercerita, guru menyampaikan materi kepada siswa dengan cara bercerita,
3.       Anak diberikan kebebasan melakukan aktivitas, guru memberi kebebasan kepada siswa untuk beraktivitas dengan arahan yang tepat,
4.       Menggunakan multimedia, guru menggunakan multimedia sebagai alat bantu mengajar,
5.       Melibatkan berbagai indera, guru mengkondisikan siswa untuk melibatkan berbagai indera dalam pembelajaran,
6.       Multi fungsi, selama menyampaikan materi guru juga mengevaluasi kemampuan berbahasa siswa,
8.       Dikaitkan dengan pengalaman/ lingkungan,
9.       Evaluasi menyeluruh (mendengarkan/ menyimak, berbicara, membaca, menulis),
10.   Penutup, guru mengakhiri pembelajaran disertai dengan pemberian tugas yang berhubungan dengan komponen whole language

E.   Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam kelas
1.     Reading Aloud (membaca bersuara)
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk siswanya. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau buku cerita. Guru membacakan cerita dengan suara nyaring dan intonasi yang baik sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Kegiatan ini akan sangat bermakna terutama jika diterapkan dikelas rendah. Di sisi lain, dengan pembelajaran reading aloud, guru dapat memberikan contoh membaca yang baik pada siswanya. Pada kelas yang pembelajarannya menerapkan whole language, reading aloud dapat dilakukan setiap hari saat memulai pembelajaran. Guru hanya menggunakan beberapa menit saja (10 menit) untuk membacakan cerita. Kegiatan ini juga dapat membantu guru untuk memotivasi siswa memasuki suasana belajar.
2.     Jurnal Writing
Journal writing atau menulis jurnal merupakan sarana yang aman bagi siswa untuk mengungkapkan perasaannya, menceritakan  kejadian di sekitanya, mengutarakan hasil belajarnya, dan menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya anak-anak dari berbagai macam  latar belakang memiliki banyak cerita. Namun, umumnya mereka tidak sadar bahwa mereka mempunyai cerita yang menarik untuk diungkapkan. Tugas guru adalah mendorong siswa agar mau mengungkapkan cerita yang dimilikinya. Menulis jurnal bukanlah tugas yang harus dinilai, tetapi guru berkewajiban  untuk membaca jurnal yang ditulis anak dan memberikan komentar atau respon terhadap cerita tersebut sehingga ada dialog antara guru dan siswa.
3.     SSR (Sustained Silent Reading)
Sustained Silent Reading (SSR). SSR adalah kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Biarkan siswa memilih bacaan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan  tersebut. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin menyediakan bahan bacaan yang menarik dari berbagai buku atau sumber sehingga memungkinkan siswa memilih materi bacaan. Guru dapat memberikan contoh sikap membaca dalam hati yang baik sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama.
4.     Shared Reading
Shared reading ini adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa, di mana setiap orang  mempunyai buku yang sedang dibacanya. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di kelas rendah maupun di kelas tinggi.
5.     Guided Reading
Guided reading tidak seperti pada shared reading, guru lebih berperan sebagai model dalam membaca. Dalam guided reading atau disebut juga membaca terbimbing guru menjadi pengamat dan fasilitator. Dalam membaca terbimbing penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri, melainkan lebih pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa membaca dan mendiskusikan  buku  yang  sama. Guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan  sekadar  pertanyaan  pemahaman. Kegiatan ini merupakan kegiatan membaca yang penting dilakukan dikelas.
6.     Guided Writing       
Guided writing atau menulis terbimbing. Seperti dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing peran guru adalah  sebagai fasilitator, yaitu membantu siswa menemukan hal yang ingin ditulisnya dengan jelas, sistematis, dan  menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Dalam kegiatan ini proses writing dalam memilih topik, membuat draf, memperbaiki, dan mengedit dilakukan sendiri oleh siswa.
7.     Independent Reading
Independent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca yang memberikan  kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian integral dari whole language. Dalam independent reading siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun berubah dari seorang  pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dan pemberi respon.
8.     Independent writing
Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam menulis. Dalam menulis bebas siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada interfensi dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Jenis menulis yang termasuk dalam independent writing antara lain menulis jurnal, dan menulis respon.  Jika akan menerapkan pendekatan ini, seharusnya dimulai perlahan-lahan. Jangan mencoba menerapkan semua komponen sekaligus karena akan membingungkan siswa. Cobalah dengan satu komponen dulu dan perhatikan hasilnya. Jika siswa telah terbiasa menggunakan komponen tersebut, baru kemudian dicoba diterapkan komponen yang lain.  



F. Penilaian dalam Kelas Whole Language      
Dalam kelas whole language  guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Secara informal selama pembelajaran berlangsung guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan dan berdiskusi baik dalam kelompok maupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan temannya atau dengan guru, penilaian juga dilakukan. Bahkan, guru juga memberikan penilaian saat  siswa bermain selama waktu istirahat. Kemudian, penilaian juga berlangsung  ketika siswa dan  guru mengadakan  konferensi. Walaupun guru tidak terlihat membawa-bawa buku, guru menggunakan alat penilaian seperti lembar observasi dan catatan. Dengan  kata lain, dalam kelas whole language  guru memberikan penilaian pada siswa selama proses pembelajaran  berlangsung. Selain penilaian informal, penilaian juga dilakukan dengan menggunakan portofolio. Portofolio adalah kumpulan hasil kerja selama kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan informasi bagi suatu penilaian (Abdu Majid, 2008 : 201). Dengan portofolio hasil  perkembangan siswa dapat terlihat secara otentik/nyata. Hasil belajar merupakan suatu prestasi yang dicapai seseorang dalam mengikuti proses pembelajaran, dengan kata lain hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam diri individu yang belajar. Perubahan yang diperoleh dari hasil belajar adalah perubahan secara menyeluruh terhadap tingkah laku yang ada pada diri individu. Hasil belajar itu mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor.



BAB 3
PENUTUP
A.      Kesimpulan
 Whole langugae bukanlah metode mengajar tetapi pendekatan pembelajaran yang melihat bahasa sebagai entitas keseluruhan . Setiap guru bahasa bebas untuk menerapkan pendekatan sesuai dengan kebutuhan kelas tertentu. Keuntungan dari  Whole language adalah bahwa itu berfokus pada pengalaman dan kegiatan yang relevan dengan kehidupan dan kebutuhan peserta didik yang menggunakan bahan otentik/ nyata dan bahwa hal itu dapat digunakan untuk memfasilitasi pengembangan dalam aspek bahasa  seperti membaca dan menulis.
Penerapan pendekatan whole language dapat meningkatkan kualitas proses Pembelajaran  antara lain dengan meningkatnya Jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran dan keterampilan guru dalam mengelola kelas.




DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, (2008), Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar          Kompetensi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Berbagikaryarahmat.blogspot.co.id/2015/04/makalah.belgan&pembelajaran            whole.
            Ricards,J.C.1998.Teachers’maxims In J.C.Ricahards,Beyoned Training.New York:Cambridge University Press 45-62.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar