Kamis, 19 Mei 2016

WHOLE LANGUAGE APPROACH

BAB 1
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pendekatan adalah seperangkat asumsi berkenaan dengan hakikat dan belajar mengajar (Abdul Majid, 2008:132). Pendekatan pembelajaran adalah seperangkat asumsi yang saling berkaitan, berhubungan dengan sifat bahasa dan pembelajaran bahasa. Dengan kata lain, pendekatan pengajaran bahasa bersifat aksiomatis tentang bahasa yaang digunakan sebagai landasan berpikir dalam menentukan metode, teknik, atau prosedur mengajarkan bahasa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Metode adalah rencana menyeluruh tentang penyajian materi ajar secara sistematis dan berdasarkan pendekatan yang ditentukan ( Abdul Majid, 2008:132). Metode pembelajaran bahasa adalah rencana pembelajaran bahasa, yang mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan, bahan ajar secara sistematis,dimaksudkan agar bahan ajar tersebut mudah diserap dan dikuasai oleh siswa. Teknik adalah kegiatan spesifik yang diimplementasikan dalam kelas dengan metode dan pendekatan yang dipilih (Abdul Majid, 2008: 132 – 133).  Sedangkan teknik pembelajaran bahasa adalah cara atau siasat guru dalam menyampaikan bahan ajar didepan kelas. Fungsi pendekatan bagi suatu pengajaran ialah sebagai pedoman umum untuk langkah-langkah metode dan teknik pengajaran yang akan digunakan. Bahkan tidak jarang nama metode dan teknik yang digunakan diambil dari nama pendekatannya. Bila prinsip pendekatan lahir dari teori-teori bidang-bidang yang relevan, maka pendekatan lahir dari asumsi terhadap bidang-bidang yang relevan. Asumsi yang berbeda akan menimbulkan pendekatan yang berbeda.
Pendekatan whole language (diambil dari Suratinah; 2003:2.1) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran bahasa yang mulai diperkenalkan di Indonesia. Keampuhan pendekatan ini telah banyak dibuktikan oleh beberapa negara yang menggunakannya. Kita  perlu memahami pendekatan ini dengan baik agar dapat menerapkannya di kelas. Untuk itu dalam makalah ini akan diuraikan tentang pendekatan whole language sehingga pada akhir makalah ini kita akan dapat menjelaskan konsep pendekatan whole language dan kemudian menerapkan pendekatan tersebut dalam pembelajaran bahasa.

B.   Rumusan Masalah
1.     Apakah pengertian dari whole language?
2.     Apakah tujuan penggunaan whole language? 
3.      Bagaimanakah cara penilaian guru dalam kelas dengan menggunakan whole language?

C. TUJUAN

1.      Tujuan dibuatnya makalah ini untuk mengetahui pengertian dari pendekatan Whole Languange.
2.      Mengetahui tujuan penggunaan whole language dalam kelas.

3.      Mengetahui cara penilaian guru dalam kelas dengan menggunakan Whole language.
BAB 2
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Whole Language Approach
Whole language  adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa  yang menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah. (Edelsky, 1991; Froese, 1990; Goodman, 1986; Weafer, 1992, dalam Santosa, 2004). Para ahli  whole language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg, 1991) dan "Jika bahasa tidak disimpan utuh, bukan bahasa lagi (Rigg, 1991). Oleh karena itu, pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh, bermakna dan dalam  situasi  nyata atau otentik. Pengajaran tentang penggunaan tanda baca, umpamanya, diajarkan sehubungan dengan pembelajaran  keterampilan menulis. Demikian juga pembelajaran  membaca dapat diajarkan bersamaan dengan pembelajaran berbicara, Pembelajaran sastra dapat disajikan bersamaan dengan pembelajaran  membaca dan menulis ataupun berbicara. Selain itu, dalam  pendekatan whole language ,  pembelajaran bahasa dapat juga disajikan sekaligus dengan  materi pelajaran lain, umpamanya bahasa-matematika, bahasa-IPS, bahasa-sains, bahasa-agama. Pendekatan whole language didasari oleh paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa anak membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran  aktifnya dalam belajar secara utuh (whole ) dan terpadu (integrated ) dan dapat memilih sendiri " Penghargaan ini penting dalam seluruh kelas bahasa , karena tanpa kemampuan untuk memilih kegiatan ,dan bahan ajar , maka siswa tidak dapat menggunakan bahasa untuk tujuan mereka sendiri " ( Rigg 1991 ) .
 Anak termotivasi untuk belajar jika mereka melihat bahwa yang dipelajarinya memang bermakna bagi mereka. Orang dewasa, dalam  hal ini guru, berkewajiban untuk menyediakan  lingkungan yang Metodologi Pembelajaran  menunjang untuk siswa agar mereka dapat belajar dengan baik. Fungsi guru dalam kelas whole language berubah dari fungsi desiminator informasi menjadi fasilitator (Lamme & Hysmith, 1993).
Pendekatan (whole language) Istilah ini diciptakan sekelompok pendidik AS  Untuk memperbaiki pengajaran bahasa, di beberapa negara seperti Inggris, Australia, New Zealand, Kanada, dan Amerika Serikat dan mulai menerapkan pendekatan Whole Language pada sekitar tahun  delapan puluhan (Routman, 1991).
Pendekatan whole language (diambil dari Suratinah; 2003:2.1) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran bahasa yang mulai diperkenalkan di Indonesia.  Keampuhan pendekatan ini telah banyak dibuktikan oleh beberapa negara yang menggunakannya. Kita  perlu memahami pendekatan ini dengan baik agar dapat menerapkannya di kelas.
Menurut Brenner (1990) berpendapat bahwa Whole Language adalah cara mengajarkan prapembaca, membaca dan keterampilan bahasa lainnya melalui keseluruhan  proses yang melibatkan bahasa, menulis, berbicara, mendengarkan cerita, mengarang cerita karya seni, bermain drama, maupun melalui cara-cara yang lebih tradisional.
Berdasarkan pendapat tokoh di atas, maka pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan bahasa menyeluruh mempunyai ciri-ciri: menyeluruh (Whole/Cooperative Eksperances), bermakna (Meaningfull), berfungsi (Function), alamiah (Natural / Authentic). Selain itu  Whole Language adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, tentang pembelajaran dan tentang orang-orang yang dimaksud adalah siswa yang terlibat dalam pembelajaran. Dalam hal ini orang-orang yang dimaksud adalah siswa dan guru. Whole Language dimulai dengan menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan keterampilan  bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) diajarkan secara terpadu. Menerapkan Whole Language  memang agak sulit karena tidak ada acuan yang benar-benar mengaturnya.

B.   Ciri-ciri Whole Language Approach
Ada tujuh ciri yang menandakan kelas Whole Language.
1.      Kelas yang menerapkan Whole Language penuh dengan barang cetakan. Barang-barang tersebut tergantung di dinding, pintu, dan furniture. Label yang dibuat siswa ditempel pada meja, kabinet, dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa menghiasi dinding dan bulletin board. Karya tulis siswa dan chart yang dibuat siswa menggantikan bulletin board yang dibuat guru. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakaan yang dilengkapi berbagai jenis buku.
2.      Di kelas Whole Language siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan siswa bersama-sama melakukan kegiatan  membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Over Head Projector (OHP) dan transparansi digunakan untuk memperagakan proses menulis. Siswa mendengarkan cerita melalui tape recorder untuk mendapatkan contoh membaca yang benar.
3.      Di kelas Whole Language siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. Agar siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya maka di kelas tersedia buku dan materi yang menunjang.
4.      Di kelas Whole Language siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas Whole Language lebih sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa tanggung jawab  yang biasanya dilakukan guru. Siswa membuat kumpulan kata (words banks), melakukan brainstorming dan mengumpulkan fakta. Pekerjaan siswa ditulis pada chart dan terpampang di seluruh ruangan. Siswa menjaga kebersihan dan kerapian kelas.
5.      Di kelas Whole Language siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang membantu mengembangkan rasa tanggung jawab dan tidak tergantung. Siswa terlibat dalam kegiatan kelompok kecil atau keinginan individual.
6.      Di kelas Whole Language siswa berani mengambil resiko dan bebas bereksperimen. Guru di kelas Whole Language menyediakan kegiatan belajar dalam berbagai tingkat kemampuan sehingga semua siswa dapat berhasil. Hasil tulisan siswa dipajang tanpa ada tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap siswa terpampang di seputar ruang kelas.
7.      Di kelas Whole Language siswa mendapat balikan (feedback) positif baik dari guru maupun temannya. Ciri kelas Whole Language, bahwa pemberian feedback dilakukan dengan segera. Meja ditata berkelompok agar memungkinkan siswa berdiskusi, berkolaborasi, dan melakukan konferensi. Konferensi antara guru dan siswa memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapatkan respons positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.

C.   Tujuan Whole Language Approach dalam proses pembelajaran
Penerapan pendekatan Whole Language membantu siswa untuk terlibat dalam interaksi secara aktif selama proses pembelajaran, senang mencoba, dan praktik berbahasa tanpa takut kritikan serta mengembangkan keterampilan berbahasa secara menyeluruh. Guru menyiapkan materi, metode, teknik, sarana dalam pembelajaran bahasa yang komprehensif sehingga pendekatan Whole Language yang diterapkan dapat membantu siswa mencapai hasil belajar secara optimal dan memiliki tanggapan yang positif terhadap pelajaran bahasa.

D.   Langkah-Langkah  Persiapan kelas dengan Whole Language Approach
1.       Persiapan media dan lokasi mengajar, guru dibantu siswa menyiapkan lokasi belajar,
2.       Teknik bercerita, guru menyampaikan materi kepada siswa dengan cara bercerita,
3.       Anak diberikan kebebasan melakukan aktivitas, guru memberi kebebasan kepada siswa untuk beraktivitas dengan arahan yang tepat,
4.       Menggunakan multimedia, guru menggunakan multimedia sebagai alat bantu mengajar,
5.       Melibatkan berbagai indera, guru mengkondisikan siswa untuk melibatkan berbagai indera dalam pembelajaran,
6.       Multi fungsi, selama menyampaikan materi guru juga mengevaluasi kemampuan berbahasa siswa,
8.       Dikaitkan dengan pengalaman/ lingkungan,
9.       Evaluasi menyeluruh (mendengarkan/ menyimak, berbicara, membaca, menulis),
10.   Penutup, guru mengakhiri pembelajaran disertai dengan pemberian tugas yang berhubungan dengan komponen whole language

E.   Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam kelas
1.     Reading Aloud (membaca bersuara)
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk siswanya. Guru dapat menggunakan bacaan yang terdapat dalam buku teks atau buku cerita. Guru membacakan cerita dengan suara nyaring dan intonasi yang baik sehingga setiap siswa dapat mendengarkan dan menikmati ceritanya. Kegiatan ini akan sangat bermakna terutama jika diterapkan dikelas rendah. Di sisi lain, dengan pembelajaran reading aloud, guru dapat memberikan contoh membaca yang baik pada siswanya. Pada kelas yang pembelajarannya menerapkan whole language, reading aloud dapat dilakukan setiap hari saat memulai pembelajaran. Guru hanya menggunakan beberapa menit saja (10 menit) untuk membacakan cerita. Kegiatan ini juga dapat membantu guru untuk memotivasi siswa memasuki suasana belajar.
2.     Jurnal Writing
Journal writing atau menulis jurnal merupakan sarana yang aman bagi siswa untuk mengungkapkan perasaannya, menceritakan  kejadian di sekitanya, mengutarakan hasil belajarnya, dan menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya anak-anak dari berbagai macam  latar belakang memiliki banyak cerita. Namun, umumnya mereka tidak sadar bahwa mereka mempunyai cerita yang menarik untuk diungkapkan. Tugas guru adalah mendorong siswa agar mau mengungkapkan cerita yang dimilikinya. Menulis jurnal bukanlah tugas yang harus dinilai, tetapi guru berkewajiban  untuk membaca jurnal yang ditulis anak dan memberikan komentar atau respon terhadap cerita tersebut sehingga ada dialog antara guru dan siswa.
3.     SSR (Sustained Silent Reading)
Sustained Silent Reading (SSR). SSR adalah kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Biarkan siswa memilih bacaan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga mereka dapat menyelesaikan membaca bacaan  tersebut. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin menyediakan bahan bacaan yang menarik dari berbagai buku atau sumber sehingga memungkinkan siswa memilih materi bacaan. Guru dapat memberikan contoh sikap membaca dalam hati yang baik sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk waktu yang cukup lama.
4.     Shared Reading
Shared reading ini adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan siswa, di mana setiap orang  mempunyai buku yang sedang dibacanya. Kegiatan ini dapat dilakukan baik di kelas rendah maupun di kelas tinggi.
5.     Guided Reading
Guided reading tidak seperti pada shared reading, guru lebih berperan sebagai model dalam membaca. Dalam guided reading atau disebut juga membaca terbimbing guru menjadi pengamat dan fasilitator. Dalam membaca terbimbing penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri, melainkan lebih pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa membaca dan mendiskusikan  buku  yang  sama. Guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa menjawab dengan kritis, bukan  sekadar  pertanyaan  pemahaman. Kegiatan ini merupakan kegiatan membaca yang penting dilakukan dikelas.
6.     Guided Writing       
Guided writing atau menulis terbimbing. Seperti dalam membaca terbimbing, dalam menulis terbimbing peran guru adalah  sebagai fasilitator, yaitu membantu siswa menemukan hal yang ingin ditulisnya dengan jelas, sistematis, dan  menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi saran bukan pemberi petunjuk. Dalam kegiatan ini proses writing dalam memilih topik, membuat draf, memperbaiki, dan mengedit dilakukan sendiri oleh siswa.
7.     Independent Reading
Independent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca yang memberikan  kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian integral dari whole language. Dalam independent reading siswa bertanggung jawab terhadap bacaan yang dipilihnya sehingga peran guru pun berubah dari seorang  pemrakarsa, model, dan pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dan pemberi respon.
8.     Independent writing
Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam menulis. Dalam menulis bebas siswa mempunyai kesempatan untuk menulis tanpa ada interfensi dari guru. Siswa bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses menulis. Jenis menulis yang termasuk dalam independent writing antara lain menulis jurnal, dan menulis respon.  Jika akan menerapkan pendekatan ini, seharusnya dimulai perlahan-lahan. Jangan mencoba menerapkan semua komponen sekaligus karena akan membingungkan siswa. Cobalah dengan satu komponen dulu dan perhatikan hasilnya. Jika siswa telah terbiasa menggunakan komponen tersebut, baru kemudian dicoba diterapkan komponen yang lain.  



F. Penilaian dalam Kelas Whole Language      
Dalam kelas whole language  guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Secara informal selama pembelajaran berlangsung guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan dan berdiskusi baik dalam kelompok maupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan temannya atau dengan guru, penilaian juga dilakukan. Bahkan, guru juga memberikan penilaian saat  siswa bermain selama waktu istirahat. Kemudian, penilaian juga berlangsung  ketika siswa dan  guru mengadakan  konferensi. Walaupun guru tidak terlihat membawa-bawa buku, guru menggunakan alat penilaian seperti lembar observasi dan catatan. Dengan  kata lain, dalam kelas whole language  guru memberikan penilaian pada siswa selama proses pembelajaran  berlangsung. Selain penilaian informal, penilaian juga dilakukan dengan menggunakan portofolio. Portofolio adalah kumpulan hasil kerja selama kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan informasi bagi suatu penilaian (Abdu Majid, 2008 : 201). Dengan portofolio hasil  perkembangan siswa dapat terlihat secara otentik/nyata. Hasil belajar merupakan suatu prestasi yang dicapai seseorang dalam mengikuti proses pembelajaran, dengan kata lain hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam diri individu yang belajar. Perubahan yang diperoleh dari hasil belajar adalah perubahan secara menyeluruh terhadap tingkah laku yang ada pada diri individu. Hasil belajar itu mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor.



BAB 3
PENUTUP
A.      Kesimpulan
 Whole langugae bukanlah metode mengajar tetapi pendekatan pembelajaran yang melihat bahasa sebagai entitas keseluruhan . Setiap guru bahasa bebas untuk menerapkan pendekatan sesuai dengan kebutuhan kelas tertentu. Keuntungan dari  Whole language adalah bahwa itu berfokus pada pengalaman dan kegiatan yang relevan dengan kehidupan dan kebutuhan peserta didik yang menggunakan bahan otentik/ nyata dan bahwa hal itu dapat digunakan untuk memfasilitasi pengembangan dalam aspek bahasa  seperti membaca dan menulis.
Penerapan pendekatan whole language dapat meningkatkan kualitas proses Pembelajaran  antara lain dengan meningkatnya Jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran dan keterampilan guru dalam mengelola kelas.




DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, (2008), Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar          Kompetensi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Berbagikaryarahmat.blogspot.co.id/2015/04/makalah.belgan&pembelajaran            whole.
            Ricards,J.C.1998.Teachers’maxims In J.C.Ricahards,Beyoned Training.New York:Cambridge University Press 45-62.

CONTENT-BASED INSTRUCTION

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
 Di Indonesia sekarang ini banyak lembaga pendidikan, dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi (PT), berlomba membuka kelas “internasional” dengan nama yang beragam. Pada tingkat TK sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat, ada yang menggunakan nama kelas imersi, kelas bilingual, dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Pada tingkat PT, ada yang menggunakan nama international class dan world class university. Terlepas dari nama yang digunakan, program tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu agar kelak lulusannya dapat bersaing di tingkat global atau internasional. Dari sisi hukum, program tersebut sah, karena dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, Pasal 50, Ayat 3, disebutkan bahwa “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.

Salah satu ciri program tersebut adalah penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar untuk mata pelajaran atau mata kuliah tertentu. Khusus di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan SMA, mata pelajaran yang disampaikan dengan bahasa Inggris adalah mata pelajaran yang sering dilombakan dalam tingkat internasional melalui olimpiade. Mata pelajaran tersebut adalah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, yang meliputi Biologi, Fisika, dan Kimia (MIPA). Berdasarkan pengalaman, di dalam olimpiade penguasaan materi siswa Indonesia tidak kalah dengan siswa dari negara lain, tetapi menghadapi kendala untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasannya. Oleh karena itu, pemerintah, melalui Departemen Pendidikan Nasional, memandang perlu program yang mempersiapkan siswa-siswa agar dapat bersaing di tingkat internasional. Program yang sudah direalisasikan adalah program RSBI, khususnya untuk SMP melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (PSMP), dan SMA melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
Tanggapan masyarakat terhadap program RSBI beragam. Pihak yang setuju terhadap program tersebut menganggap bahwa untuk peningkatan mutu dan persaingan di tingkat internasional penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Perbaikan program dapat dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaannya. Pihak yang tidak setuju menganggap bahwa program tersebut suatu pemborosan, karena pemerintah harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit dan tujuan program belum tentu dapat dicapai. Program tersebut dapat dilaksanakan hanya jika semua perangkat pendukungnya sudah siap.
Terlepas dari pandangan-pandangan tersebut, pelaksanaan program RSBI sudah berjalan. Dalam pelaksanaannya, memang ada beberapa kendala yang muncul. Kendala yang paling menonjol adalah penguasaan bahasa Inggris para guru MIPA yang secara umum masih belum memadai, dan penguasaan istilah-istilah MIPA para guru bahasa Inggris yang rendah sehingga mereka tidak dapat membantu guru MIPA. Melalui Direktorat PSMP dan Direktorat PSMA, pelatihan untuk para guru, baik guru MIPA dan guru Bahasa Inggris, sudah sering dilaksanakan..Melalui pelatihan seperti ini, guru MIPA dan guru bahasa Inggris diharapkan dapat bekerja sama dalam merancang kegiatan pembelajaran.
Artikel ini membahas pembelajaran bahasa Inggris melalui Content-Based Instruction (CBI) .Melalui CBI, siswa dapat meningkatkan kosakata yang digunakan dalam mata pelajaran tertentu, khususnya MIPA, dan mengkomunikasikannya sesuai dengan keperluan.

B.   Rumusan Masalah
1.     Apakah pengertian dari content based instruction?
2.     Bagaimana penerapan content based instruction?
3.      Apakah manfaat content based instruction?

C. TUJUAN

1.      Tujuan dibuatnya makalah ini untuk mengetahui pengertian dari Content Based Insrtuction,
2.      Mengetahui contoh penerapan content based instruction dalam kelas,
 3.   Mengetahui manfaat content based instruction














BAB II
PEMBAHASAN


A.       PENGERTIAN CONTENT BASED INTRUCTION.

Ada beberapa definisi CBI dengan penekanan yang berbeda dalam konteks pembelajaran bahasa. Brinton, Snow, & Wessche (1989: 2) mendefinisikan CBI sebagai “the concurrent teaching of academic subject matter and second language skills” dan Richards & Schmidt (2002: 115) mendefinisikannya sebagai “a programme in English as a second language in which the focus is on teaching students the skills they will need in regular classrooms, i.e. for learning in the content areas such as maths, geography, or biology”. Kedua definisi ini mengemukakan CBI dalam konteks pembelajaran bahasa kedua.
Pengertian CBI yang lain dikemukakan oleh Crandall & Tucker (1990: 187), yang mendefinisikannya sebagai “an approach to language instruction that integrates the presentation of topics or tasks from subject matter classes (e.g., math, social studies) within the context of teaching a second or foreign language” dan Wesche & Skehan (2002: 220), yang mendefinisikannya sebagai “the integration of school or academic content with language teaching objectives”. Kedua definisi ini menunjukkan bahwa CBI dapat diterapkan baik pada konteks pembelajaran bahasa kedua maupun pembelajaran bahasa asing.
Keempat definisi tersebut mewakili pengertian CBI secara umum, yaitu CBI sebagai pendekatan dalam pembelajaran bahasa Inggris yang menyatukan isi mata pelajaran dengan penggunaan bahasa agar para siswa kelak dapat mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang relevan dengan mata pelajaran tertentu. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Inggris dapat menggunakan bahan-bahan MIPA sebagai pelajaran yang mendukung bahasa inggris itu sendiri.  
Nama CBI sering dikaitkan dengan nama-nama lain yang merujuk pada pengertian yang sama, yaitu Content and Language Integrated Learning (CLIL) dan English Across the Curriculum (EAC). Nama-nama tersebut tidak dapat dilepaskan dengan English for Specific Purposes (ESP), yang sering dikontraskan dengan English for General Purposes (EGP). Menurut Johnson & Johnson (1999: 105) ESP pada awalnya memiliki dua cabang, yaitu English for Academic Purposes (EAP) dan English for Occupational Purposes (EOP). Namun dalam perkembangan selanjutnya, nama-nama lain juga muncul, seperti English for Science and Technology (EST) dan English for Educational Purposes (EEP). CBI adalah salah satu nama yang muncul dalam perkembangan ESP.

Salah satu manfaat dari CBI adalah bahwa penggunaan materi dari mata pelajaran tertentu sebagai bahan pembelajaran bahasa dapat memaksimalkan pajanan siswa pada bahasa yang dipelajarinya. Pajanan ini bersifat kontekstual karena sesuai dengan kebutuhan siswa. Pembelajaran melalui CBI yang berhasil dapat menjadikan siswa menguasai baik bahasa maupun isi mata pelajaran melalui proses timbal balik.

Dalam konteks pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, melalui CBI siswa perlu terlibat dalam beragam kegiatan agar dapat menguasai bahasa sasaran dan isi mata pelajaran. Nunan (2004: 132) menyebutkan beberapa manfaat dari CBI. Manfaat-manfaat tersebut antara lain “an organic, analytical approach to language development” dan “a framework within which learners can have sustained engagement on both content mastery and second language acquisition”. Meskipun Nunan menyebutkan manfaat tersebut dalam konteks bahasa kedua, manfaat dalam konteks bahasa asing tidak jauh berbeda. Selanjutnya, Nunan (2004: 132), dengan mengutip Brinton (2003), menyebutkan lima prinsip dalam CBI:

1. Kegiatan pembelajaran didasarkan pada isi, bukan pada aspek kebahasaan.
2. Keterampilan hendaknya terintegrasi.
3. Siswa hendaknya secara aktif terlibat dalam semua tahap proses pembelajaran.
4. Isi hendaknya dipilih berdasarkan relevansinya dengan kebutuhan siswa yang sejalan    dengan tujuan akademik.
5. Bahan-bahan dan tugas-tugas hendaknya otentik.

Dengan demikian, melalui CBI siswa mempelajari bahasa Inggris melalui topik-topik dalam mata pelajaran Matematika, Biologi, Fisika, dan Kimia, dan sekaligus mempelajari mata pelajaran tersebut dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. Dengan cara ini siswa dapat diharapkan mengkomunikasikan baik secara lisan maupun tertulis gagasan-gagasan yang relevan dengan mata pelajaran tersebut, karena pembelajaran bahasa Inggris menggunakan bahan darinya.
Penerapan CBI dalam praktik dapat ditempuh dengan berbagai cara. Crandall dkk. (1987) mengemukakan dua model pembelajaran bahasa Inggris melalui CBI. Model yang pertama adalah content-driven (berdasarkan isi) dan yang kedua adalah language-driven (berdasarkan bahasa). Ciri-ciri dari kedua model tersebut disajikan dalam Tabel 1.





Tabel 1. Ciri-ciri CBI berdasarkan isi dan CBI berdasarkan bahasa.

Berdasarkan Isi

Isi diajarkan dengan Bahasa Inggris.


Pembelajaran isi menjadi prioritas.


Pembelajaran bahasa bersifat sekunder.

Tujuan pembelajaran isi ditentukan oleh kompetensi dalam mata pelajaran.

Guru perlu memilih tujuan pembelajaran bahasa. Evaluasi siswa didasarkan pada penguasaan isi.

Berdasarkan Bahasa

Isi digunakan untuk mempelajari Bahasa Inggris.

Pembelajaran bahasa menjadi prioritas.

Pembelajaran isi bersifat sekunder


Tujuan pembelajaran bahasa ditentukan oleh kompetensi dalam kebahasaan.

Guru perlu memilih isi yang akan diintegrasikan. Evaluasi siswa didasarkan pada kemahiran/keterampilan berbahasa


Pembagian di atas tidak bersifat pilah. Artinya guru dapat secara luwes menerapkan CBI sesuai dengan keadaan siswanya; apakah dia cenderung menerapkan CBI yang berdasarkan isi atau yang berdasarkan bahasa. Dalam CBI yang berdasarkan isi, pembelajaran siswa terhadap isi mata pelajaran lebih penting daripada pembelajaran bahasa. Penguasaan isi mata pelajaran menjadi tujuan utama pembelajaran. Dalam CBI yang berdasarkan bahasa, isi mata pelajaran digunakan sebagai sarana untuk memperkaya tujuan pembelajaran bahasa. Pembelajaran isi mata pelajaran tidak menjadi tujuan utama.
Di antara kedua bentuk di atas, ada bentuk gabungan yang dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi siswa. Wesche & Skehan (2002) menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya CBI dapat menggunakan dua bahasa atau lebih (two or more instructional languages). Bahasa pengantar dalam CBI tidak hanya bahasa Inggris. Dengan demikian, pada konteks Indonesia, misalnya, penggunaan bahasa pengantar dapat berupa campuran antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Apapun bentuknya, keberhasilan CBI dalam menjadikan siswa menguasai isi dan bahasa akan bergantung pada apakah kegiatan belajar mengajar yang menggunakan CBI secara sistematik mempertimbangkan kemampuan siswa. Artinya, CBI hanyalah sebagai salah satu pendekatan, yang keberhasilannya bergantung pada banyak faktor.



B.     PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI CBI
               Di bagian yang terdahulu telah disebutkan bahwa CBI dapat digunakan dalam konteks pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau sebagai bahasa asing. Dalam konteks bahasa kedua, di luar kelas bahasa Inggris siswa memiliki pajanan yang cukup karena bahasa Inggris digunakan sebagai alat komunikasi utama. Dalam konteks bahasa asing, di luar kelas bahasa Inggris siswa tidak memiliki pajanan yang cukup karena bahasa Inggris tidak digunakan sebagai alat komunikasi utama. Di sekolah-sekolah di Indonesia, bahasa Inggris pada umumnya diajarkan sebagai bahasa asing. Oleh karena itu, guru yang akan menggunakan pendekatan CBI perlu mempertimbangkan sejumlah faktor penting.
               Salah satu faktor tersebut adalah organisasi kegiatan belajar mengajar. Pada tahap awal kegiatan pembelajaran, guru perlu secara eksplisit mengajarkan kosakata yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran inti. Guru dapat menyediakan glossary (daftar kata yang digunakan dalam topik yang dipelajari). Pembekalan kosakata ini penting agar siswa terbantu dalam memahami isi dan kemudian mengkomunikasikannya. Bernier (Lingley, 2006) menyatakan bahwa untuk keperluan tersebut guru hendaknya membantu siswa dengan konteks bahasa pertama dan perlu menyesuaikan teknik atau metode mengajarnya agar siswa dapat memahami isi yang menjadi sasarannya. Misalnya, di dalam teks Matematika ada frasa „least common multiple‟, di Biologi ada kata „taproot‟, di Fisika ada „states of matter‟ dan di Kimia ada „chemical compound‟. Guru perlu menjelaskan kepada siswa bahwa frasa-frasa tersebut dalam bahasa Indonesia „kelipatan persekutuan terkecil‟, „akar tunggang‟, „wujud benda‟, dan „senyawa kimia‟. Konsep-konsep tersebut sudah dikenal siswa dalam mata pelajaran tersebut.
Pada kegiatan pembelajaran inti, guru perlu memberi contoh yang berupa model teks baik lisan maupun tulis sesuai dengan keterampilan yang akan dilatihkan. Seperti yang disebutkan oleh Nunan (2004), pembelajaran bahasa Inggris yang menggunakan pendekatan CBI sebaiknya mengintegrasikan sejumlah keterampilan. Jika alokasi waktu memungkinkan, dalam satu pertemuan keempat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, dapat digabungkan sekaligus. Jika integrasi keempat keterampilan tidak mungkin dilakukan dalam satu pertemuan, integrasi setidak-tidaknya dua keterampilan dapat dilakukan. Pada kegiatan pembelajaran inti, keterampilan berbahasa dilatihkan berdasarkan isi teks yang relevan dengan mata pelajaran. Siswa dilatih mengeksplorasi isi teks melalui kegiatan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, sesuai dengan keterampilan berbahasa yang ditekankan.

               Pada kegiatan penutup, siswa diarahkan untuk membuat kesimpulan mengenai apa yang telah mereka pelajari dan merefleksikan apa-apa yang mudah dan sulit dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini dapat dilakukan baik secara lisan maupun tertulis. Dengan cara ini, siswa dapat mengungkapkan gagasan, yang berarti dapat berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis.

C.       CONTOH PENERAPAN CBI.
               Berikut ini contoh sederhana kegiatan belajar mengajar bahasa Inggris yang menggunakan pendekatan CBI di tingkat SMP. Bahan pembelajaran diambil dari Biologi dengan topik Plants. Keterampilan berbahasa yang dilatihkan adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kompetensi dasar yang akan dicapai adalah merespon dan mengungkap makna dalam bentuk teks description.

1.      Kegiatan pembelajaran awal
  Guru menuliskan di papan tulis leaves, flower, plant, dirt, soil, pot, roots, stem, above, below, under, in, atau kata-kata lain yang sesuai. Guru membawa tanaman ke dalam kelas atau menyuruh siswa melakukannya. Guru meminta siswa untuk mengamati tanaman tersebut dan mendiskusikannya, dengan menggunakan language expression (ungkapan), seperti "Look at this pretty plant. It's in a pot. See its green leaves. Here's a flower. It's on the stem." Ungkapan yang lain dapat digunakan sejauh ungkapan tersebut sesuai konteks. Kata-kata yang ditulis di papan tulis dijelaskan kepada siswa bahwa kata-kata tersebut akan digunakan pada kegiatan berikutnya. Guru meminta siswa untuk memperhatikan ejaan dan ucapan kata-kata tersebut.

2.      Kegiatan pembelajaran inti.
               Untuk melatih keterampilan menyimak, guru dapat menyuruh siswa untuk melakukan sesuatu dengan Total Physical Response (melakukan perintah), misalnya “Point to the leaves”. Untuk melatih keterampilan berbicara, guru dapat menyuruh siswa menggambar tanaman yang lengkap (daun, bunga, cabang, dan akar) di papan tulis, dan meminta siswa menyebutkan nama-nama bagian tanaman tersebut dalam bahasa Inggris. Guru dapat menanyakan kepada siswa tentang tanaman tersebut dengan pertanyaan seperti “What color are the leaves/the stem?”, “How does the leaf/stem feel?”, “Is it smooth/rough?”, “What's above/below the dirt?”, atau pertanyaan lain yang relevan. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, siswa berlatih keterampilan berbicara. Untuk melatih keterampilan membaca, guru dapat memberikan kepada siswa teks tulis tentang tanaman dari buku teks Biologi, koran atau majalah dan meminta siswa mendiskusikannya. Untuk melatih keterampilan menulis, guru dapat meminta siswa mendeskripsikan secara tertulis gambar-gambar di papan tulis yang digunakan juga untuk melatih keterampilan berbicara. Ini semua dapat dilakukan jika alokasi waktu memungkinkan. Jika waktu terbatas, kegiatan inti dapat dilakukan dengan mengintegrasikan setidak-tidaknya dua keterampilan.

3.      Kegiatan penutup
               Bersama-sama guru, siswa menyimpulkan dan merefleksikan butir-butir yang telah mereka pelajari. Guru dapat mengulangi penjelasan terhadap butir-butir penting yang telah dipelajari jika hasil refleksi menunjukkan bahwa siswa masih menjumpai kesulitan.

D.    PERAN GURU
Peran guru dalam kelas CBI adalah Mereka diminta untuk melihat pengajaran mereka dengan cara baru, dari perspektif benar-benar mengontekstualisasikan pelajaran mereka dengan menggunakan konten sebagai titik keberangkatan. Mereka hampir pasti memiliki komitmen untuk adaptasi bahan dan pengembangan. Akhirnya, dengan investasi waktu dan energi untuk membuatberbasis konten kursus bahasa datang tanggung jawab yang lebih besar untuk pelajar, karena kebutuhan peserta didik menjadi hub sekitar yang bahasa kedua kurikulum dan bahan, dan praktek oleh karena itu mengajar, berputar.
Stryker dan Leaver menyarankan keterampilan penting berikut untuk setiap CBI
pengajar:
1. Berbagai format instruksi kelas
2. Menggunakan kerja kelompok dan tim-gedung teknik
3. Pengorganisasian pengaturan membaca jigsaw
4. Mendefinisikan latar belakang pengetahuan dan ketrampilan bahasa yang
    diperlukan untuk keberhasilan siswa
5. Membantu siswa mengembangkan strategi koping
6. Proses Menggunakan pendekatan untuk menulis
7. Menggunakan teknik koreksi kesalahan yang tepat
8. Mengembangkan dan mempertahankan tingkat
minat siswa


E.      MANFAAT PRAKTIK CBI
Metode Pembelajaran Content Based Instruction mempunyai manfaat dalam proses belajarnya yang berguna untuk meningkatkan kualitas peserta didik. Manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Peserta didik yang terkena cukup banyak bahasa melalui merangsang konten. Peserta didik mengeksplorasi konten yang menarik & terlibat dalam kegiatan.  Jadi proses belajar bahasa menjadi otomatis;
2. CBI mendukung pembelajaran kontekstual; peserta didik diajarkan bahasa yang berguna yang tertanam dalam konteks wacana yang relevan daripada fragmen bahasa sebagai terisolasi. Oleh karena itu siswa membuat hubungan yang lebih besar dengan bahasa & apa yang mereka sudah tahu;
3.  Informasi yang kompleks disampaikan melalui konteks kehidupan nyata bagi siswa untuk memahami dengan baik & membuat siswa termotivasi;
4.  Dalam CBI informasi diulangi oleh strategis penyampaian informasi pada waktu yang tepat & situasi yang menarik untuk siswa;
5. Fleksibilitas yang lebih besar & kemampuan beradaptasi dalam kurikulum dapat digunakan untuk memenuhi siswa membuat peserta didik tertarik dengan pelajaran.

F.     KESIMPULAN
               CBI adalah pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan isi mata pelajaran dengan bahasa. Alasan yang menjadi dasar CBI adalah bahwa „a second language is learned most effectively when used as the medium to convey informational content of interest and relevance to the learner‟ (Brinton, Snow & Wesche, 1989: vii). Tidak seperti pendekatan pembelajaran bahasa pada umumnya, yang biasanya didasarkan pada penyajian dan latihan tata bahasa dan kosakata yang tidak selalu kontekstual, CBI memberikan kepada siswa keterampilan berbahasa yang bermakna dan kontekstual melalui bahan-bahan yang otentik berdasarkan tema-tema dalam mata pelajaran tertentu.

Karena CBI berkaitan dengan isi mata pelajaran (Carson, Taylor & Fredella, 1997), tidak mudah bagi guru untuk menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang mengajarkan bahasa. Guru yang mengajar bahasa Inggris dengan pendekatan CBI dapat lupa akan tugas pokoknya, yaitu mengajarkan bahasa Inggris, karena lebih mementingkan mengajarkan isi mata pelajaran tertentu. CBI adalah pendekatan pengajaran bahasa, sehingga guru tetap harus menitikberatkan pada pembelajaran bahasa dan siswanya adalah siswa yang sedang belajar berbahasa dengan segala permasalahan kebahasaan yang harus mereka hadapi. Misalnya, mereka harus tetap belajar berkomunikasi secara perpasangan dan dalam kelompok kecil. Mereka harus tetap dapat menerapkan strategi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.


            Dalam konteks pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia, sampai pada tahap tertentu, guru-guru bahasa Inggris di SMP dan SMA sudah melaksanakan pembelajaran melalui CBI. Berdasarkan Standar Isi Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk RSBI, Standar Isi pada Standar Nasional diberi tambahan yang berupa muatan “keilmuan”, yaitu yang berkaitan bidang MIPA. Dalam pembelajaran bahasa Inggris, guru dituntut memilih bahan-bahan ajar yang berkaitan dengan MIPA. Banyak buku teks bahasa Inggris yang telah memasukkan topik tentang ilmu pengetahuan. Jika guru-guru menggunakan buku semacam itu sebagai sumber bahan, mereka berarti sudah menggunakan CBI dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Tugas-tugas di luar kelas yang harus dikerjakan oleh siswa seperti mencari artikel tentang Global Warming untuk kemudian didiskusikan di dalam kelas sampai pada tingkat tertentu juga berkaitan dengan prinsip-prinsip dalam CBI. Praktik-praktik yang demikian dapat dikembangkan secara sadar dengan menggunakan prinsip-prinsip CBI secara lebih terstruktur dan sistematik agar tujuan membekali siswa dengan penguasaan bahasa Inggris untuk kepentingan komunikasi ilmiah dapat dicapai. Hal yang perlu selalu diingat adalah mereka guru bahasa Inggris yang melatih keterampilan berbahasa Inggris siswa, bukan guru MIPA yang membekali siswa dengan isi mata pelajaran tersebut.